Selasa, 21 Januari 2014

Pendidikan Indonesia, salahkah?

"Welcome Home, ganteng"

Logger bilang barusan, maaf ye gue lagi emosi, kaga bisa macarin lo dulu, gue sempet emosi juga baca postingan lo yang sembrono beberapa bulan (gak tau minggu, gitu) yang lalu, mojokin gue banget -_-

Entah, beberapa bulan ini gue gak bisa internetan, banyak faktornya sih, dari koneksi lola yang ngakunya anti lelet, sampe kuota kesedot, ditambah tugas-tugas yang numpuk, ngegembel di kosan, yasudah..

Gue punya satu pertanyaan. Kira-kira kita sebagai seorang pelajar, apa kita merasakan manfaat dari pendidikan terutama di negara ini? Ini serius, gue nanya begini karena gue ngerasain akhir-akhir ini pendidikan disamaratakan dengan UANG. See? Farhat abbas pernah bilang "kalo pendidikan, yang pinter gratis, yang bodoh bayar" secara gak langsung dia udah nyindir gue karena gue kuliah juga bayar, berarti gue bodoh? FINE.. *keselek ibu Ani*

Lupakan soal Farhat Abbas, gue kaga mau nyebut si voldemort satu itu..

Orang-orang sekarang itu lebih takut buat TIDAK LULUS daripada TIDAK PINTAR. Dan lucunya, ketika pendidikan indonesia pakai sistem penyamarataan kayak sekarang malah gak banyak orang yang berkembang, justice is not equality. Orang-orang lebih takut gak dapet nilai daripada gak dapet ilmu, banyak kok contohnya. Ini mulai gue rasain ketika gue masuk SMA. Oke, mungkin gue bukan orang yang pinter mengkritik sesuatu, tapi sampai kapan gue bisa sabar?

Sebenernya apa ada yang salah sama pendidikan? setau gue pendidikan itu memiliki kata dasar "didik", tapi kenyataannya kok malah seperti memperbudak?

Untuk masa depan? Oke.. kalau kalian mau masa depan kalian jadi budak..

Kesuksesan itu bukan diukur dari seberapa tinggi nilai, seberapa bagus nilai, dan seindah apapun tulisan pendidik di buku rapor, nilai A, B, C, D atau bahkan E gak bakal menjamin kita kelak jadi orang yang sukses atau gagal, dan guru atau dosen juga gak bisa menjamin kita jadi orang sukses atau gagal, mereka gak punya hak untuk itu. Karena masing-masing orang punya potensinya sendiri-sendiri, dan gak perlu diukur dari berapa tinggi IPK dan ranking. Lalu dari apa sukses itu datang? Yang jelas bukan dari Quote nya Mario Teguh kok, cukup andalkan potensi diri sendiri aja, rezeki udah ada yang ngatur, jadi jangan bimbang.

Yang jadi masalah disini, ketika banyak orang mulai coba buka potensi dirinya sendiri, pendidik atau pengajar malah kebanyakan seperti orang yang "kurang ikhlas". Ini bener kok, bahkan beberapa dari mereka ada yang antikritik. Soe Hok Gie pernah bilang beberapa tahun silam "Orang yang tidak terima kritik boleh masuk keranjang sampah", sekarang apa? ketika kita sebagai orang yang dididik, kita bukan di didik menjadi hormat kepada senior, tenaga pengajar, dll tetapi kita di didik menjadi orang yang takut kepada mereka terlebih jika kita melakukan sebuah kesalahan. Oke, kita gak bisa nyengkal ini, gue juga takut kalau tulisan gue ini salah. Tapi masih banyak kok orang-orang baik diluar sana, orang-orang yang mendidik siswanya dengan ikhlas agar kelak siswa yang mereka didik mampu memanfaatkan ilmu yang didapat. Masih banyak kok orang yang rela menggratiskan pendidikan atas nama kemanusiaan dan bahu-membahu membangun bangsa dari ilmu yang mereka ajarkan dengan sukarela, masih, gue yakin masih banyak orang yang kayak gitu.

Masalah kedua, ketika pendidikan didahulukan dengan uang. Ini sesuatu yang kurang manusiawi kalo menurut gue. Pernah denger kejadian orang yang ijazahnya ditahan karena tunggakan SPP padahal dia salah satu anak yang prestasinya bagus? Pernah denger kejadian orang yang gak bisa terusin sekolah karena gak punya biaya? Pernah denger kejadian orang tua yang bela-belain anaknya buat sekolah sampe mempertaruhkan hidup dan mati? Atau bahkan siswanya sendiri yang sampe bertaruh hidup mati cuma karena INGIN sekolah? pernah? Lalu dimana arti pendidikan sebenarnya? Mana janji-janji manis para oknum yang katanya akan memperbaiki kualitas pendidikan dan mewujudkan cita-cita bangsa yang dikandung dalam UUD 45 yaitu "mencerdaskan bangsa" ? Kenapa kesannya jadi kita yang dibodohi? Think! Untuk apa kita belajar sesuatu yang seperti ini?

Masa depan?
Jadi apa kita kelak?
Akan seperti apa kita kelak?
Apakah kita akan jadi orang yang bisa memberikan manfaat buat orang lain?

Sebentar lagi Ujian Nasional, buat adik-adik kelas gue baik 6 SD, 3 SMP maupun 3 SMA. Good Luck, semoga kalian semua lulus, bocoran banyak kok. Para oknum jual itu demi meraup keuntungan. Nih, salah satu contoh dimana uang didahulukan daripada sistem itu sendiri. Tahun-tahun yang lalu juga harusnya jadi cerminan buat perbaiki sistem ini sampe banyak siswa dan siswi yang gak yakin. Bukan karena gak yakin kepada diri sendiri, tetapi mereka gak yakin karena sistem yang salah, dan terlalu takut buat gak diluluskan bahkan setelah lulus pun, masih banyak kok anak Indonesia yang terjebak di sistem pendidikan kayak gini, yang mementingkan ego daripada otak, mementingkan kantong daripada kecerdasan, sama-sama pentingin duit daripada bikin pinter siwanya. "Pada dasarnya semua manusia itu cerdas, dan berbeda kecerdasan dari setiap potensinya". 

Percaya? ini fakta. 

Hanya catatan kecil seorang mahasiswa yang sedikit "gerah" dengan keluhan teman-temannya yang senasib.


6 komentar:

  1. cang urang hayang komentar kumaha carana?

    BalasHapus
  2. Saya sangat Setuju dengan Tulisan (Artikel) Anda ini :) , Kita bukan dididik tapi Di perbudak, semua Pelajaran Harus Bisa, kalo gak Bisa gak Naik kelas. Sebenarnya Apa yang salah? Sekolah , Guru atau Sistemnya ? *Negaraku Oh Negaraku*
    (Hanya Seorang Siswa Kelas 2 Sekolah Menengah Atas)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Selamat dek, antum masuk lingkar kebingungan :p

      Hapus